Sejak awal tahun 2023 tepatnya di bulan Januari kemarin, masyarakat Jakarta mulai digemparkan dengan berita adanya pemberlakuan aturan kebijakan ERP Jakarta .
Pada saat itu juga pemerintah setempat tengah memulai pengebutan pembahasan rancangan PPL—Peraturan Daerah Pengendalian Lalu Lintas secara elektronik untuk menyongkong kebijakan ERP.
Lantas bagaimana kebijakan yang berlaku pada sistem ERP? Apakah baik untuk jalan ibu kota Jakarta? Simak penjelasannya di sini.
Daftar isi:
Apa Itu Sistem Aturan ERP Jakarta?
Aturan kebijakan yang diterapkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ini adalah kebijakan jalan berbayar elektronik atau Electronic Road Pricing—ERP.
Nantinya sistem kebijakan ERP—Electronic Road Pricing ini menggunakan sebuah alat yang dinamakan monitor electronic dan on-board unit untuk dipasangkan pada kendaraan.
sistem alat inilah yang nantinya bekerja mendeteksi kendaraan yang masuk ke cakupan daerah atau jalan-jalan berlakunya ERP.
Seperti nama aturan kebijakan itu sendiri ERP—Electronic Road Pricing, yang mana tiap-tiap kendaraan yang memasuki daerah tersebut akan dikenakan tarif sesuai jarak yang ditempuhnya.
Pengendara juga nantinya akan ditawarkan dengan dua pilihan yakni membayar tarif tertentu atau melanjutkan perjalanan di rute ERP.
Tentu kabar penerapan kebijakan ini mengundang sejumlah kontroversi, karena banyak sejumlah masyarakat yang menolak penerapan kebijakan tersebut. Sebab, aturan ini membuat sebagian masyarakat dirugikan.
Bagaimana Sistem Jalan ERP?
Dari penjelasan diatas, sekilas kebijakan ERP—Electronic Road Pricing terlihat sama dengan kebijakan jalan tol karena memang sama-sama membayar jalan yang ditempuh.
Di mana biaya sekali melintas akan dikirim ke IU sehingga pengguna bisa membayarnya dengan memindai smart card atau kartu elektronik yang telah berisikan saldo perangkat yang mencukupi.
Tipe IU dan kode warna yang dimiliki setiap jenis kendaraan berbeda-beda baik itu kendaraan motor, mobil, maupun bus.
Benar-benar seperti tol, sebab saat Anda mulai memasukan jalan ERP akan disambut dengan gerbang. Gerbang ERP ini juga akan dilengkapi dengan sejumlah alat yang mendukung operasionalnya seperti detector kendaraan, kamera pengawas pelanggaran hingga antena komunikasi.
Tak hanya itu, infrastruktur utama dari sistem ERP Jakarta juga akan dilengkapi dengan teknologi Control Centre. Control Center ini adalah server yang memiliki fungsi untuk memantau maupun memonitoring para pengendara, memproses pembayaran transaksi biaya melintasi jalan ERP hingga pengaturan periode waktu melintas terhadap seluruh gerbang ERP.
Namun dilihat dari tujuannya sistem bayar jalan tol dengan bayar ERP tentu adalah berbeda.
Hal ini karena biaya yang dikenakan pada pengguna dalam sistem tol adalah pengenaan biaya untuk bisa mengakses jalan khusus. Sementara ERP Jakarta membebankan biaya kepada pengguna jalan atau pengendara atas kemacetan yang disebabkannya.
Dengan ini penerapan ERP memiliki tujuan sebagai upaya meminimalisir jumlah kendaraan di jalan sehingga tidak terjadi kemacetan.
Dengan demikian efisiensi perjalanan menjadi semakin meningkat, tidak hanya itu penerapan ERP Jakarta pun mendukung masyarakat untuk beralih ke transportasi yang sifatnya lebih ramah lingkungan.
Tarif Jalan Berbayar
Rencana besaran tarif atau biaya yang diusulkan untuk dikenakan kepada pengendara pelintas jalan ERP pada sejumlah ruas jalan ialah sebesar Rp. 5.000 hingga Rp. 19.000 dalam sekali melintas. Tarif yang diberlakukan tersebut berlaku juga untuk kendaraan motor maupun kendaraan listrik.
Tarif pembayaran ERP Jakarta ini telah dihitung sesuai pendapatan per hari pungutan ERP yakni sekitar senilai Rp. 30 miliar hingga Rp. 60 miliar untuk bolak-balik melintasnya.
Sementara itu rencana tarif yang diberlakukan pada pengendalian lalu lintas secara elektronik atau ERP di kawasan terkait akan setiap hari dengan waktu mulai dari jam 05.00 hingga 22.00 WIB.
Hal ini dilihat dari indeks lembaga TomTom Traffic Index tentang kemacetan kota, Jakarta disebut sebagai kota dengan tingkat kemacetan 34%. Adapun jam kemacetan yang terjadi umumnya di jam pagi 7.00 – 9.00 WIB dan di jam sore hari antara rentang antara jam 5.00 hingga 6.00 WIB.
Tak sedikit pula dari di lalu lintas di setiap harinya melakukan operasi penilangan untuk membuat perjalanan menjadi efesien.
Cakupan Rute ERP Jakarta
Setidaknya ada empat kriteria kawasan yang diberlakukan aturan ERP, salah satunya jalan yang memiliki tingkat kepadatan pengendara atau perbandingkan lalu lintas dengan kapasitas jalan lebih besar 0,7 terutama di jam puncak atau jam-jam sibuk.
Cakupan rute yang masuk ke dalam aturan ERP Jakarta berdasarkan UU Lalu Lintas pada Pasal 9 ayat 1 Perda, setidaknya ada 25 ruas jalan Jakarta yang masuk ke dalam sistem ERP.
Adapun cakupan ruas jalan Jakarta yang masuk ke dalam ERP ialah:
- Jalan Fatmawati (Simpang Jalan Ketimun 1 hingga ruas jalan Simpang Jalan TB Simatupang)
- Jalan Jenderal S. Parman (Simpang Jalan Tomang Raya hingga ruas jalan Simpang Jalan Gatot Subroto)
- Jalan Jenderal A. Yani (Simpang Jalan Bekasi Timur Raya hingga ruas jalan Simpang Jalan Perintis Kemerdekaan)
- Jalan Pramuka
- Jalan Salemba Raya
- Jalan Kramat Raya
- Jalan Pasar Senen
- Jalan Gunung Sahari
- Jalan H.R. Rasuna Said
- Jalan Pintu Besar Selatan
- Jalan Moh. Husni Thamrin
- Jalan Jend. Sudirman
- Jalan Sisingamangaraja
- Jalan Panglima Polim
- Jalan Gajah Mada
- Jalan Hayam Wuruk
- Jalan Majapahit
- Jalan Medan Merdeka Barat
- Jalan Gatot Subroto
- Jalan M.T. Haryono
- Jalan D.I. Panjaitan
- Jalan Suryopranoto
- Jalan Balikpapan
- Jalan Kyai Caringin
- Jalan Tomang Raya
Jenis Kendaraan yang Tidak Terkena ERP
Pertanyaan terus bermunculan menanyakan perihal kebijakan ERP yang berlaku. Perihal kendaraan yang diberlakukan aturan ini sangat beragam. Meski demikian, setidaknya ada 9 jenis kendaraan yang bisa dengan bebas melintasi jalan berbayar di Jakarta tanpa perlu membayar tarif.
Adapun kesembilan jenis kendaraan yang tidak terkena tarif ERP mencakup:
- Sepeda listrik,
- Kendaraan bermotor umum yang menggunakan plat kuning,
- Kendaraan dinas instansi pemerintah, dan;
- TNI/Polri kecuali jenis kendaraan selain dengan berplat hitam,
- Kendaraan korps diplomatik negara asing,
- Kendaraan Ambulans,
- Kendaraan atau Mobil jenazah,
- Kendaraan pemadam kebakaran,
- Kendaraan bermotor dengan alat berat semisalnya tractor, bulldozer, excavator, loader, crane, mesin gilas, dan forklift.
Maka dengan ini, selain dari kesembilan kendaraan yang disebutkan di atas dapat diberlakukan ERP Jakarta semisalnya kendaraan bermotor dan angkutan umum yang berplat hitam akan dikenakan tarif ERP termasuk dengan pengguna ojek daring.
Seperti yang telah disampaikan di atas, berlakunya kebijakan ERP dilakukan sebagai upaya menghindari kemacetan. Hal ini karena adanya pertumbuhan pengguna sepeda motor di Jakarta semakin membludak. Dengan adanya ERP diharapkan kepadatan lalu lintas menjadi berkurang.
Fakta Perkembangan Kendaraan ERP
Adapun perkembangan per tanggal 24 Januari terkait pembangunan sistem ERP, Gubernur Jakarta sendiri mempersilahkan kepada masyarakat untuk mengungkapkan pendapatnya tentang perencanaan ERP untuk dijadikan bahan kajian eksekutif dan legislatif dalam menciptakan sistem ERP yang lebih baik.
Perencanaan ERP pada dasarnya menuai kontroversi banyak dari mereka khususnya para driver yang mencoba menolak dengan berdemo. Mereka mengkhawatirkan dampak ERP bisa menggerus pendapatannya.
Lalu, bagaimana pendapat Anda sekarang mengenai kebijakan ERP Jakarta?